Selasa, 20 November 2018

Ketidakadilan Akibat Pembangunan Jalan Tol


Ambisi pemerintahan Jokowi untuk menyelesaikan 1.800 kilometer jalan tol selama 5 tahun masa pemerintahannya memiliki paralel dalam sejarah beberapa negara. Secara terisolasi, infrastruktur tol, karena perannya sebagai penghubung berbagai daerah, menguntungkan sebagian besar masyarakat dan seharusnya memiliki dampak negatif yang relatif minim. Namun, kita tidak hidup dalam isolasi dan karena skalanya yang besar, terdapat pihak-pihak yang dirugikan oleh pembangunan jalan tol, dari masa konstruksi hingga masa operasinya. Mereka adalah pihak-pihak yang umumnya diabaikan oleh media arus utama, yang umumnya hanya membeo rilis pers pemerintah yang menekankan dampak positif pembangunan jalan tol.
Terdapat fakta dimana jalan tol sebisa mungkin dibangun melewati daerah-daerah dengan harga tanah yang lebih rendah untuk mengurangi biaya pembebasan lahan. Sebagai dampaknya, mereka yang terusir dari rumahnya akibat pembangunan jalan tol sebagian besar merupakan masyarakat berpenghasilan rendah, yang tidak mampu menghadang pembangunan jalan tol melewati perumahan mereka dengan tuntutan hukum yang mahal. Jalan tol, terutama tol antar-kota, umumnya mengalihkan arus truk dan bus antar-kota dari kota-kota penghubung yang tadinya hidup dari penyediaan jasa untuk para supir dan penumpang yang menempuh perjalanan antar-kota. Peningkatan penggunaan kendaraan bermotor akibat keberadaan jalan tol secara langsung meningkatkan emisi gas rumah kaca. Dalam skala yang masif, pembangunan jalan tol hanya akan memperburuk total emisi gas rumah kaca Indonesia dan mempercepat laju perubahan iklim. Sebagian besar mereka yang akan terkena dampak perubahan iklim adalah masyarakat pesisir berpenghasilan rendah, masyarakat yang mengandalkan sistem tadah hujan, serta mengurangi produktivitas masyarakat yang bekerja di luar ruang. Maka dari itu, menyangkut masalah pembebasan lahan untuk jalan tol pada daerah-daerah dengan tanah lebih rendah, harus lebih di negosiasikan dengan para warga. Dengan cara memberi tahu rencana pembangunan proyek jalan tol, agar para warga tidak merasa terbohongi dan merasa ada keadilan jika mereka menyetujui biaya pembebasan lahan dengan harga yang mereka rundingkan.
Terutama pada kasus jalan tol antar-kota, dibangunnya jalan tol dapat secara efektif membelah komunitas yang tadinya merupakan satu bagian, terutama karena jembatan penghubung antar-kampung biasanya dibangun pengelola tol dengan jarak yang cukup jauh. Sebagai akibatnya, mereka yang sebelumnya bisa pergi dari rumah ke kantor desa, sawah, atau rumah saudaranya dalam 5 menit sebelum adanya jalan tol sekarang mungkin harus menempuh 15–30 menit lewat jalan memutar. Jarak tempuh yang meningkat dapat merenggangkan ikatan sosial, yang tidak tercantum dalam dokumen dampak ekonomi jalan tol. Pemerintah dan pengelola jalan tol cenderung memberikan kompensasi yang tidak sepadan dengan kerugian yang dialami oleh masyarakat, terutama karena kerugian-kerugian yang diderita umumnya tidak dapat dihitung nilai ekonomisnya. Terlebih menyangkut tentang penghubung antar kampung yang jaraknya cukup jauh pasti membuat para warga sangat amat keberatan dengan dibangunnya jalan tol. Dalam kasus ini, satu kampung yang dibelah menjadi dua, membuat para warga seperti dibatasi atau dipagari.
Meskipun masyarakat yang tidak memiliki kendaraan roda empat belum tentu dirugikan secara langsung oleh jalan tol, masyarakat ini umumnya tidak dapat menikmati manfaat yang diberikan oleh keberadaan jalan tol sebanyak mereka yang memiliki kendaraan roda empat. Sebagai contoh, apabila pemilik kendaraan roda empat dapat mengakses kesempatan kerja atau peluang bisnis yang lebih luas di daerah-daerah lain dengan adanya jalan tol. Mereka yang tidak memiliki kendaraan roda empat cenderung tetap tertahan di daerah asalnya. Diluar dari keuntungan, para masyarakat dengan roda empat dan para pengusaha yang mengantarkan barang dan jasa.
Namun demikian, pemerintahan Jokowi terlihat sangat berfokus pada pencapaian proyek infrastruktur dengan segala cara, yang terlihat dari kerelaannya membahayakan kesehatan keuangan BUMN konstruksi untuk mencapai target pembangunan jalan tol. Atas nama mengejar ketertinggalan infrastruktur, pemerintah juga merasa bahwa pembangunan yang tergesa-gesa dapat dimaklumi. Mengorbankan segelintir pihak yang tidak mampu membela dirinya sendiri di muka hukum juga dianggap adalah harga yang wajar untuk kepentingan lebih banyak pihak.

Daftar Pustaka

Lumbanraja, Alvin U. 2018. Ketidakadilan Jalan Tol Jokowi, Indonesia. https://medium.com/@alvinulido/ketidakadilan-jalan-tol-jokowi-e5f63c2ec168 diakses pada 19 november 2018 pukul 13.45