Ambisi pemerintahan Jokowi untuk
menyelesaikan 1.800 kilometer jalan tol selama 5 tahun masa pemerintahannya
memiliki paralel dalam sejarah beberapa negara. Secara terisolasi,
infrastruktur tol, karena perannya sebagai penghubung berbagai daerah,
menguntungkan sebagian besar masyarakat dan seharusnya memiliki dampak negatif
yang relatif minim. Namun, kita tidak hidup dalam isolasi dan karena skalanya
yang besar, terdapat pihak-pihak yang dirugikan oleh pembangunan jalan tol,
dari masa konstruksi hingga masa operasinya. Mereka adalah pihak-pihak yang
umumnya diabaikan oleh media arus utama, yang umumnya hanya membeo rilis pers
pemerintah yang menekankan dampak positif pembangunan jalan tol.
Terdapat fakta dimana jalan tol
sebisa mungkin dibangun melewati daerah-daerah dengan harga tanah yang lebih
rendah untuk mengurangi biaya pembebasan lahan. Sebagai dampaknya, mereka yang
terusir dari rumahnya akibat pembangunan jalan tol sebagian besar merupakan
masyarakat berpenghasilan rendah, yang tidak mampu menghadang pembangunan jalan
tol melewati perumahan mereka dengan tuntutan hukum yang mahal. Jalan tol,
terutama tol antar-kota, umumnya mengalihkan arus truk dan bus antar-kota dari
kota-kota penghubung yang tadinya hidup dari penyediaan jasa untuk para supir
dan penumpang yang menempuh perjalanan antar-kota. Peningkatan penggunaan
kendaraan bermotor akibat keberadaan jalan tol secara langsung meningkatkan
emisi gas rumah kaca. Dalam skala yang masif, pembangunan jalan tol hanya akan
memperburuk total emisi gas rumah kaca Indonesia dan mempercepat laju perubahan
iklim. Sebagian besar mereka yang akan terkena dampak perubahan iklim adalah
masyarakat pesisir berpenghasilan rendah, masyarakat yang mengandalkan sistem
tadah hujan, serta mengurangi produktivitas masyarakat yang bekerja di luar
ruang. Maka dari itu, menyangkut masalah pembebasan lahan untuk jalan tol pada
daerah-daerah dengan tanah lebih rendah, harus lebih di negosiasikan dengan
para warga. Dengan cara memberi tahu rencana pembangunan proyek jalan tol, agar
para warga tidak merasa terbohongi dan merasa ada keadilan jika mereka
menyetujui biaya pembebasan lahan dengan harga yang mereka rundingkan.
Terutama pada kasus jalan tol
antar-kota, dibangunnya jalan tol dapat secara efektif membelah komunitas yang
tadinya merupakan satu bagian, terutama karena jembatan penghubung
antar-kampung biasanya dibangun pengelola tol dengan jarak yang cukup jauh.
Sebagai akibatnya, mereka yang sebelumnya bisa pergi dari rumah ke kantor desa,
sawah, atau rumah saudaranya dalam 5 menit sebelum adanya jalan tol sekarang
mungkin harus menempuh 15–30 menit lewat jalan memutar. Jarak tempuh yang meningkat
dapat merenggangkan ikatan sosial, yang tidak tercantum dalam dokumen dampak
ekonomi jalan tol. Pemerintah dan pengelola jalan tol cenderung memberikan
kompensasi yang tidak sepadan dengan kerugian yang dialami oleh masyarakat,
terutama karena kerugian-kerugian yang diderita umumnya tidak dapat dihitung
nilai ekonomisnya. Terlebih menyangkut tentang penghubung antar kampung yang
jaraknya cukup jauh pasti membuat para warga sangat amat keberatan dengan
dibangunnya jalan tol. Dalam kasus ini, satu kampung yang dibelah menjadi dua,
membuat para warga seperti dibatasi atau dipagari.
Meskipun masyarakat yang tidak
memiliki kendaraan roda empat belum tentu dirugikan secara langsung oleh jalan
tol, masyarakat ini umumnya tidak dapat menikmati manfaat yang diberikan oleh
keberadaan jalan tol sebanyak mereka yang memiliki kendaraan roda empat.
Sebagai contoh, apabila pemilik kendaraan roda empat dapat mengakses kesempatan
kerja atau peluang bisnis yang lebih luas di daerah-daerah lain dengan adanya jalan
tol. Mereka yang tidak memiliki kendaraan roda empat cenderung tetap tertahan
di daerah asalnya. Diluar dari keuntungan, para masyarakat dengan roda empat
dan para pengusaha yang mengantarkan barang dan jasa.
Namun demikian, pemerintahan
Jokowi terlihat sangat berfokus pada pencapaian proyek infrastruktur dengan
segala cara, yang terlihat dari kerelaannya membahayakan kesehatan keuangan
BUMN konstruksi untuk mencapai target pembangunan jalan tol. Atas nama mengejar
ketertinggalan infrastruktur, pemerintah juga merasa bahwa pembangunan yang
tergesa-gesa dapat dimaklumi. Mengorbankan segelintir pihak yang tidak mampu
membela dirinya sendiri di muka hukum juga dianggap adalah harga yang wajar
untuk kepentingan lebih banyak pihak.
Daftar Pustaka
Lumbanraja, Alvin U. 2018. Ketidakadilan Jalan Tol Jokowi,
Indonesia. https://medium.com/@alvinulido/ketidakadilan-jalan-tol-jokowi-e5f63c2ec168
diakses pada 19 november 2018 pukul 13.45